Kamis, 07 Juni 2012

Contoh Makalah Menajemen Pemasaran


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Vini, vidi, vici. Semboyan lawas ini sangat tepat menggambarkan sepak terjang PT Kaldu Sari Nabati Indonesia (KSNI) di bisnis makanan ringan di Indonesia. Bagaimana tidak?Perusahaan asal Bandung ini sebelumnya sama sekali tidak diperhitungkan di jagat bisnis snack nasional yang telanjur dikuasai para raksasa gemerlap seperti Grup Orang Tua, Garudafood dan Siantar Top.
Namun, sejak kehadirannya pada 2007, peta persaingan di bisnis snack mendadak berubah. Produk snack berbahan dasar keju dengan merek Richeese Nabati (RN) tiba-tiba meledak di pasaran. Kualitas produk yang tinggi (berbahan dasar keju), harga jual yang relatif murah, serta kemasan kuning biru yang berukuran panjang rupanya membuat konsumen ketagihan. RN dicari-cari hingga sering terjadi stok kosong di toko dan gerai. “Pada tahun 2007, 2008 dan 2009 penjualan produk kami memang sangat luar biasa,” ungkap Budi Setiawan, Manajer Pengembangan Promosi & Channel Nasional KSNI. Bahkan, menurut Budi, karena gurihnya ledakan RN, banyak perusahaan yang membuat produk serupa tetapi tidak sama. Mereka mengekor dengan meluncurkan varian sejenis.
Meski demikian, ketika itu RN Wafer Keju masih mendominasi pasar dengan penguasaan sekitar 85% di kategori snack wafer keju. Konsumen sulit beralih karena dalam waktu singkat merek RN juga menancap kuat di benak mereka. Hal itu terbukti RN sebagai pendatang baru berhasil menyabet berbagai penghargaan di bidang pemasaran, seperti Best Brand dan The Most Recommended Brand. RN pun mengundang decak kagum para praktisi dan pemerhati dunia pemasaran di Tanah Air.
Thomas Mulyadi, General Manager KSNI, mengakui popularitas RN disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, promosi yang cukup gencar. “Boleh jadi kalau tidak beriklan, produk ini tak begitu laku,” ungkap Thomas sembari menambahkan, pengalaman menunjukkan bahwa iklan sangat mendorong penguasaan pasar. Seperti kejadian saat itu, bersamaan dengan membanjirnya iklan RN, jangkauan peredaran RN juga meluas. “Strategi penetrasinya, kami gunakan promosi above the line (ATL). Ujung-ujungnya adalah untuk mendongkrak awareness merek di masyarakat,” ujarnya bangga.
Sayangnya, justru ketika berada di posisi puncak — baik dari segi penjualan (market share) maupun brand share — tiba-tiba RN dirundung petaka. Produknya menyusut habis, bahkan seperti menghilang dari pasaran. Sejak itu, bisik-bisik bernada miring pun mulai terdengar. Ada yang mengatakan, produsen RN kewalahan menghadapi tingginya permintaan pasar. Mereka kewalahan mengelola ketersediaan bahan baku. Suara lain mengatakan, Nabati terlalu bernafsu, tanpa mempertimbangkan kapasitas dan daya tahan perusahaan.
Sumber SWA yang pernah bergabung dengan KSNI mengatakan, ada tiga hal yang menyebabkan “kegagapan” itu. Yakni, persaingan, leadership dan produksi. Bersaing untuk produk massal memang tidak mudah. RN terjebak bermain dengan harga murah, Rp 500, padahal dari segi produk tergolong “istimewa”. Bahan baku keju RN yang diambil dari perusahaan Malaysia tergolong berkualitas tinggi. Kemasan yang digunakan pun berkualitas baik. Barangkali strategi mengambil keuntungan tipis di tahap awal tidak masalah, tetapi lambat laun ketika produksi terus meningkat, KSNI kewalahan juga. Apalagi, ketika raksasa-raksasa makanan dan minuman yang notabene memiliki kapital besar ikut bermain di kategori produk yang sama, habislah energi KSNI untuk melawannya.
Kalkulasi produksi RN juga banyak yang meleset. RN terlalu di-push dari awal. Istilahnya, “loading” ke pasar secara besar-besaran sampai barang rusak. Ada yang mengatakan, kendati distributor tidak memesan, tetap saja dimasuki. Akibatnya, parah. Konsumen enggan mengambil RN yang rusak, dan memilih produk lain yang sejenis. “Lambat laun, pasar RN termakan juga,” ujar seorang sumber SWA yang memperhitungkan pasar RN tergerogoti hingga 10%.
Faktor kedua yang melemahkan adalah soal leadership. Anak-anak muda yang memimpin KSNI sangat percaya diri dengan kemampuan dan keterampilan mereka mengelola perusahaan. Keberhasilan mengembangkan RN semakin membuat mereka berada di tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Akibatnya, masih menurut sumber SWA, mereka cenderung mendengarkan kata hati mereka daripada masukan dari para profesional di sekeliling mereka. “Makanya, banyak profesional yang tidak bisa bertahan,” ungkapnya.
Menurut profesional yang pernah bekerja di perusahaan fast moving consumer goods ini, dalam mengelola produk FMCG, arus kas memegang peran kunci. Karena percepatan bisnisnya sangat tinggi, dibutuhkan pengelolaan uang yang teratur rapi dan cepat. “Di sinilah kelemahan yang terjadi pada RN,” katanya. Semestinya, KSNI membangun sistem dan fondasi yang kokoh. Jangan ambisius membesarkan perusahaan dan terlena dengan puji-pujian karena akibatnya fatal. Terbukti benar, omset RN turun 30% dibandingkan tiga tahun lalu dan pada periode 2010-11 turun 10%.
Budi Setiawan mengakui, beberapa waktu lalu KSNI memang sempat terganggu. Namun, pihaknya tak mau berlama-lama terpuruk. KSNI berusaha bangkit kembali dan bertekad dapat menguasai kembali 50% pasar snack di Indonesia. Maka, berbagai upaya pembenahan dilakukan. Tak hanya menyangkut perencanaan dan inventori, tetapi juga banyak hal lainnya.
Setelah kejadian tersebut, Nabati berbenah total. Salah satunya, merombak divisi pemasaran. Profesional dari luar banyak direkrut. Sekarang, tim pemasarannya 100% diisi oleh kaum profesional dari beberapa perusahaan besar seperti Grup Orang Tua, Jack’n Jill dan Garudafood. “Tujuannya adalah menjadikan Nabati sebagai raja di segmen snack, tidak hanya yang berbasis keju, tapi juga cokelat dan sebagainya,” ungkap Budi.
Andi Candrasatria, Penjualan & Distribusi KSNI, menambahkan, pembenahan juga dilakukan dalam hal distribusi. Saat ini distribusi perusahaannya sudah mencakup seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan 200 titik distribusi. KSNI mengover hampir 10% atau sekitar 200 ribu titik gerai dari total 2,8 juta customer outlet di Indonesia (di luar gerai modern). “Untuk modern outlet, yang besar-besar seperti Carrefour, Indomaret atau Alfamart kami kover sendiri, yang lain dikover oleh distributor,” ujar Andi.
Tak hanya sekadar menambah jumlah distributor dan peritel, KSNI juga berusaha lebih dekat dengan para mitranya tersebut. Budi menambahkan, pihaknya berusaha meretensi channel, mulai dari distributor, ritel sampai konsumen. KSNI mengoptimalkan program-program di tingkat whole saler, grosir, semigrosir, gerai star dan peritel agar bisa berjalan bersama. Salah satunya, melalui program gesek dan menang (scrape and win) berhadiah umroh. Toko-toko kecil berpeluang memenangi hadiah ini. “Ini baru tahun pertama. Tetapi tahun-tahun selanjutnya juga based on retailer,” Budi menerangkan.
Dalam hal komunikasi, KSNI semakin gencar beriklan di layar kaca. Menurut Thomas, hal tersebut dilakukan untuk mengimbangi langkah kompetitor. Namun, dari sisi anggaran, KSNI masih tertinggal jauh dibandingkan Garudafood yang begitu gencar beriklan di layar kaca dan berbagai media lainnya.
Thomas menjelaskan, komunikasi KSNI tak hanya sebatas ATL. Belakangan, mereka juga mulai memanfaatkan situs jejaring sosial, terutama Facebook, sebagai sarana komunikasinya. “Dari situ lahir word of mouth marketing (WOMM). Ini bukan sengaja kami bentuk, tapi lahir secara alami.”
Yang tidak kalah penting, KSNI juga membuka Richeese Factory di Paris van Java, Bandung. Rumah makan yang menyuguhkan konsep all about cheese ini dijadikan sebagai kegiatan kehumasan KSNI untuk melakukan experiential marketing tentang keju dan untuk melahirkan WOMM yang lebih dashyat.
Andi mengatakan, dalam hal strategi harga, KSNI lebih melihat keinginan pasar. Bila pasar saat ini baru mampu menjangkau harga Rp 500, pihaknya tak akan naik ke angka Rp 1.000. Bila terjadi kenaikan bahan baku, yang paling utama dipangkas adalah mengurangi profit dan mengurangi biaya beriklan dan trade promo. “Yang penting, orang masih ingat Richeese,” ungkap Thomas.
Saat ini, menurutnya, KSNI lebih fokus pada pengembangan market size dan market share. Upaya ini tampaknya sudah mulai menunjukkan hasil positif. Berdasarkan data Nielsen, pasar snack berbasis keju terus meningkat. Pada 2008 pasarnya baru sebesar Rp 197 miliar, sedangkan tahun 2009 meningkat menjadi Rp 225 miliar, dan tahun 2010 (hingga Juli) sudah mencapai Rp 132 miliar.
Sumardy, pengamat pemasaran dari OctoBrand, meyakini, keberhasilan KSNI bangkit kembali tergantung pada besarnya motivasi yang terbentuk. Ia yakin, jika memiliki motivasi tinggi, perusahaan ini pasti bisa mencapai puncak lagi. Caranya, KSNI harus terus mencoba membangun romantisme makan snack. Kehadiran snack berbasis keju ini memberikan pilihan baru bagi konsumen yang seperti sudah mulai jenuh terhadap cokelat. “Kebetulan snack yang ditawarkan Nabati memiliki kualitas yang cukup baik dan harga relatif terjangkau,” ujarnya.
Industri snack, menurut Sumardy, merupakan industri yang sangat menantang. Industri ini mudah naik, tetapi juga mudah turun. Selain itu, margin di industri ini pun sangat rendah dengan tingkat loyalitas yang juga rendah. Tantangan lainnya, produk-produk di industri ini begitu mudah ditiru pemain lain. “Permasalahan yang selalu dialami perusahaan di industri ini adalah matinya kemampuan inovasi dan mencoba sesuatu yang baru,” ujarnya. “Tantangan terbesar bagi Nabati adalah akan tetap setia dengan kejunya atau akan berani memperkenalkan sesuatu yang baru yang belum pernah ada sebelumnya sebagai mesin pertumbuhan perusahaan di masa mendatang,” tambahnya.
Budi sepakat dengan Sumardy. Karena itu, dia menyebutkan, riset & pengembangan produk juga menjadi perhatian utama KSNI. Walau selama ini lebih dikenal sebagai produsen snack berbahan dasar keju, dalam perkembangannya perusahaan ini juga melengkapi produk-produknya dengan beberapa varian baru. Misalnya, produk berbasis cokelat seperti Richoco dan berbasis karamel seperti Hi Pow yang belum lama diluncurkan, serta Richeese Wafer Cake Keju, wafer cake yang tetap menggunakan pasta keju dengan tambahan rasa stroberi.
Sumardy mengatakan, KSNI harus terus berinovasi untuk melahirkan varian-varian baru yang diminati anak-anak (konsumen utama yang dibidik). Dia mengingatkan, anak-anak adalah pasar yang diincar oleh hampir semua pemain di industri snack. Mereka cenderung memiliki loyalitas yang rendah dan mengambil keputusan secara lebih emosional. Sulitnya lagi, niat membangun merek di pasar anak-anak juga akan terlihat percuma karena rendahnya margin di industri ini. “Cara paling rasional adalah menggunakan consumer dan trade promo,” ujarnya.
Saat ini, menurut Budi, berbagai pembenahan yang dilakukan KSNI sudah menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan. Pertumbuhan penjualan telah kembali seperti pada 2007-09. “Kami tidak akan pernah berhenti karena tujuan utama kami adalah menjadi raja di industri snack,” ujar Budi menegaskan.
B.       Rumusan Masalah
1.    Konsep pemasaran apakah yang dipakai perusahaan untuk memasuki pasar?
2.    Siapakah segmen pasar utamanya?
3.    Bagaimana Strategi Marketing Mix untuk masa yang akan datang?
4.    Ketika banyak dicari konsumen, Richeese justru “gagap” memenuhi permintaan pasar. Apa yang terjadi pada snack wafer keju yang pada awal kelahirannya banjir pujian ini?
C.      Landasan Teori
1.    Menurut Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
2.    Manajemen Pemasaran (Marketing Management) adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran serta meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan dengan penciptaan, penghantaran, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
3.    Strategi pemasaran adalah pengambilan keputusan-keputusan tentang biaya pemasaran, bauran pemasaran, alokasi pemasaran dalam hubungan dengan keadaan lingkungan yang diharapkan dan kondisi persaingan.
4.    Promosi adalah suatu usaha dari pemasar dalam menginformasikan dan mempengaruhi orang atau pihak lain sehingga tertarik untuk melakukan transaksi atau pertukaran produk barang atau jasa yang dipasarkannya.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep pemasaran apakah yang dipakai perusahaan untuk memasuki pasar?
Konsep pemasaran yang dipakai perusahaan KSNI untuk memasuki pasar adalah Differensiasi Produk, yitu dengan menciptakan suatu produk yang berbasis keju.

B.     Siapakah Segmen Pasar Utamanya?
Segmen pasar utama KSNI adalah anak-anak (usia 5 - 12 th).

C.    Bagaimana Strategi Marketing Mix untuk masa yang akan datang?
Strategi Marketing Mix perusahaan KSNI untuk masa yang akan datang adalah :
·         Price
Perusahaan KSNI memasang harga yang terjangkau karena segmen pasar utamanya adalah anak-anak. Perusahaan KSNI saat ini baru mampu menjangkau harga Rp 500, pihak perusahaan tidak akan menaikkan harganya menjadi Rp. 1000. Apabila terjadi kenaikan bahan baku, yang paling utama dipangkas adalah mengurangi profit dan mengurangi biaya beriklan dan trade promo.
·         Place
KSNI menambah jumlah distributor dan peritel, serta berusaha lebih dekat dengan para mitranya tersebut. KSNI berusaha meretensi channel mulai dari distributor, ritel, sampai konsumen. KSNI mengoptimalkan program-program di tingkat whole saler, grosir, semi grosir, gerai star, dan peritel agar bisa berjalan berama. Salah satunya, melalui program gesek dan menang (Scrape and Win) berhadiah umrah. Toko-toko kecil berpeluang memenangi hadiah ini.
·         Promotion
KSNI semakin gencar beriklan dilayar kaca untuk mengimbangi langkah kompetitor. Namun, dari sisi anggaran, KSNI masih tertinggal jauh dibandingkan garuda food yang begitu gencar beriklan dilayar kaca dan berbagai media lainnya. Iklan di TV Richeese Nabati merupakan sebuah keggiatan komunikasi penyampaian pesan dan informasi mengenai produk makanan ringan baru berupa wafer krim keju yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.
·         Product
Selama ini KSNI lebih dikenal sebagai produsen snack berbahan dasar keju, namun dalam pengembangannya perusahaan ini juga melengkapi produk-produknya dengan beberapa varian baru. Misalnya, produk berbasis coklat seperti Richoco dan berbasis karamel seperti Hi Pow yang belum lama diluncurkan serta Richeese Wafer Cake Keju, Wafer Cake yang tetap menggunakan pasta keju dengan tambahan rasa stroberi. KSNI membuka Richeese factory di Paris Van Java, Bandung. Rumah makan yang menyuguhkan konsep all about cheese ini dijadikan sebagai kegiatan kehumasan KSNI untuk melakukan experiential marketing tentang keju untuk melahirkan WOMM yang lebih dahsyat. KSNI terus berinovasi untuk melahirkan varian-varian baru yang diminati anak-anak.

D.    Ketika banyak dicari konsumen, Richeese justru “gagap” memenuhi permintaan pasar. Apa yang terjadi pada snack wafer keju yang pada awal kelahirannya banjir pujian ini?

Sumber SWA yang pernah bergabung dengan KSNI mengatakan, ada tiga hal yang menyebabkan “kegagapan” itu. Yakni, persaingan, leadership dan produksi. Bersaing untuk produk massal memang tidak mudah. RN terjebak bermain dengan harga murah, Rp 500, padahal dari segi produk tergolong “istimewa”. Bahan baku keju RN yang diambil dari perusahaan Malaysia tergolong berkualitas tinggi. Kemasan yang digunakan pun berkualitas baik. Barangkali strategi mengambil keuntungan tipis di tahap awal tidak masalah, tetapi lambat laun ketika produksi terus meningkat, KSNI kewalahan juga. Apalagi, ketika raksasa-raksasa makanan dan minuman yang notabene memiliki kapital besar ikut bermain di kategori produk yang sama, habislah energi KSNI untuk melawannya.
Kalkulasi produksi RN juga banyak yang meleset. RN terlalu di-push dari awal. Istilahnya, “loading” ke pasar secara besar-besaran sampai barang rusak. Ada yang mengatakan, kendati distributor tidak memesan, tetap saja dimasuki. Akibatnya, parah. Konsumen enggan mengambil RN yang rusak, dan memilih produk lain yang sejenis. “Lambat laun, pasar RN termakan juga,” ujar seorang sumber SWA yang memperhitungkan pasar RN tergerogoti hingga 10%.





BAB III
Analysis
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran yang efisien, efektif dan bertanggung jawab serta dapat berpedoman pada salah satu filosofi pemasaran. Ada lima filosofi pemasaran yang mendasari cara organisasi melakukan kegiatan-kegiatan pemasarannya (Philip Kotler, 2000), yaitu:
a)      Konsep Berwawasan Produksi.
Konsep berwawasan produksi berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya.
b)     Konsep Berwawasan Produk.
Konsep berwawasan produk berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya.
c)      Konsep Berwawasan Menjual.
Konsep berwawasan menjual berpendapat bahwa konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup, artinya konsumen enggan membeli dan harus didorong supaya membeli, serta perusahaan mempunyai banyak cara promosi dan penjualan yang efektif untuk merangsang pembeli.

d) Konsep Berwawasan Pemasaran.
Konsep berwawasan pemasaran berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari pada saingannya.
William J. Stanton, menyatakan bahwa konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah perusahaan dapat menunjang berhasilnya bisnis yang dilakukan. Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran tersebut disusun dengan memasukkan tiga elemen pokok, yaitu:
  1. Orientasi konsumen/pasar/pembeli.
  2. Volume penjualan yang menguntungkan.
  3. Koordinasi dan integrasi seluruhan kegiatan pemasaran.
Philip Kotler (1995) mengemukakan konsep berwawasan pemasaran, berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentu kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari para sainganya. Konsep berwawasan pemasaran bersandar pada empat pilar utama, yaitu: pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran yang terkoordinir serta keuntungan.
Konsep berwawasan menjual memandang mulai dari dalam ke luar, mulai dengan pabrik, memutuskan perhatian pada produk yang ada dan membutuhkan penjualan serta promosi untuk menghasilkan penjualan yang menguntungkan.

 

BAB IV
KESIMPULAN
Richeese Nabati merupakan salah satu merek produk makanan yang diproduksi oleh PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia. Produk Richese Nabati adalah wafer krim keju yang menjadi pelopor. PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia merupakan pencipta wafer krim keju pertama di Indonesia (Antonius, 2010). Richeese Nabati diciptakan guna memberikan inovasi baru kepada konsumen dengan kandungan gizi yang baik bagi kesehatan, terutama pertumbuhan anak-anak. Pada awal masa produksi, PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia hanya memperkenalkan satu varian rasa saja, yaitu wafer rasa keju. Namun seiring berjalannya waktu, perusahaan tersebut mulai melakukan improvisasi dengan memperkenalkan rasa baru lainnya, yaitu wafer rasa pisang keju. Hal ini menjadi terobosan baru bagi konsumen yang sebagian besar berasal dari kalangan anak-anak dan remaja karena belum ada merek wafer lain yang memperkenalkan rasa baru tersebut.
PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Richeese Nabati tersedia dalam beberapa varian berat, yaitu dalam ukuran 10g, 20g, dan 75g. Dengan varian ukuran ini memudahkan konsumen dalam menyesuaikan kebutuhan mengkonsumsinya. Richeese Nabati mengandung Vitamin A, B1, B2, B6, B12 yang baik untuk pertumbuhan anak-anak. Informasi nilai gizi produk Richeese Nabati dipaparkan sebagai berikut :
Tabel Informasi nilai gizi Richeese Nabati
INFORMASI NILAI GIZI

JUMLAH PER SAJIAN %AKG
JUMLAH PER
SAJIAN %AKG
Takaran saji 10 g Jumlah saji per kemasan 1 Energi Total 45 kkal Energi dari lemak 15 kkal
Lemak Total 2 g  3%
Protein 1 g          1%

Karbohidrat 7 g
Gula 3 g
Natrium 40 mg

2%

2%


Vitamin B6
Vitamin B12
15%
15%
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energy 2000 kkal. Kebutuhan energy anda mungkin lebih tinggi atau
lebih rendah.



Selain Richeese Nabati, perusahaan ini juga memproduksi produk lain, seperti : Richeese Ahh’, Richeese Roll’s, Nabati Siip, Richeese Chocochiz, Richeese Krimero, Richeese Cracster, Richeese Bretos, Richeese Bisvit, Richeese Pasta Keju, Richeese Delis, Richeese Bisvit Selimut, Richeese Roll’s White, Richeese Bio, Richoco Wafer Coklat, Richoco Kofer, Richoco Ahh’, Richoco Bretos, Richoco Roll’s, Richoco Hi-Pow, POW, Penter (Peanut Butter), dan Richips.
Perusahaan ini melalui produk-produknya yang berkualitas dan bergizi, dalam waktu yang cukup singkat telah menjadi pilihan konsumen di Indonesia. Saat ini perusahaan terus menerus berinovasi untuk menciptakan produk-produk baru dengan berbagai pilihan produk dan cita rasa yang tinggi dan bermanfaat. Komitmen pada kualitas dan inovasi membuat perusahaan mampu berdiri tegak dan menjadi salah salah satu perusahaan yang siap bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis. Semua kemajuan yang telah dicapai ini tidak lepas dari nilai-nilai yang telah diyakini sejak awal serta terjalinnya hubungan kekeluargaan yang dekat dengan konsumen, karyawan, pemilik, dan pihak-pihak lain yang terkait. Kehadiran perusahaan adalah untuk selalu memenuhi kebutuhan konsumen dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia terus berupaya untuk mengembangkan usaha dan menyempurnakan layanan serta kualitas produk-produk sesuai dengan kebutuhan konsumen, baik saat sekarang maupun akan datang.
Filosofi perusahaan ini adalah Trushworthy Menjadi pribadi terpercaya, Achiever Mencapai prestasi yang unggul, Super-Team Membangun kerjasama yang Sinergis, Totally Customer Mengutamakan kepuasan pelanggan, Excellent Menjadi perusahaan terkemuka. Misi dari PT. Kaldu Sari Indonesia adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui produksi makanan dan mimuman berkualitas yang inovatif dan berorientasi pada kebutuhan konsumen serta didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten untuk menghasilkan nilai tambah bagi para stakeholder. Sedangkan visi yang diusung adalah berinovasi dalam menghasilkan makanan dan minuman bergizi serta berkualitas untuk memberikan nilai tambah kepada setiap tahap kehidupan manusia.

Rekomendasi
            KSNI hendaknya meluncurkan inovasi- inovasi produk dengan cara tidak semuanya bersamaan. Memang apabila salah satu gagal maka tidak akan berpengaruh pada produk lain, namun dengan dimunculkannya sejumlah produk dengan bahan dasar sama, dalam jangka waktu berdekatan, dan harga yang relatif mirip, maka akan menyebabkan titik kebosanan konsumen, apalagi segmen utama mereka adalah anak-anak, yang notabene cepat bosan.
            Dalam pendistribusian KSNI hendakanya mendistribusikan secara merata dan memenuhhi pesanan. Dalam kasus ini KSNI terlihat mendistribusikan produk secara berlebihan pada awal pendistribusian, menyebabkan banyaknya produk rusak padahal tempo penjualan masih panjang.




Daftar Pustaka

Kotler, Philip, AB. Susanto, 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia, Buku 2, Salemba Empat.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong, 1998, Marketing: An Introduction, 3rd Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc.