BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Vini,
vidi, vici. Semboyan lawas ini sangat tepat menggambarkan sepak terjang PT
Kaldu Sari Nabati Indonesia (KSNI) di bisnis makanan ringan di Indonesia.
Bagaimana tidak?Perusahaan asal Bandung ini sebelumnya sama sekali tidak
diperhitungkan di jagat bisnis snack nasional yang telanjur dikuasai para
raksasa gemerlap seperti Grup Orang Tua, Garudafood dan Siantar Top.
Namun,
sejak kehadirannya pada 2007, peta persaingan di bisnis snack mendadak berubah.
Produk snack berbahan dasar keju dengan merek Richeese Nabati (RN) tiba-tiba
meledak di pasaran. Kualitas produk yang tinggi (berbahan dasar keju), harga
jual yang relatif murah, serta kemasan kuning biru yang berukuran panjang
rupanya membuat konsumen ketagihan. RN dicari-cari hingga sering terjadi stok
kosong di toko dan gerai. “Pada tahun 2007, 2008 dan 2009 penjualan produk kami
memang sangat luar biasa,” ungkap Budi Setiawan, Manajer Pengembangan Promosi
& Channel Nasional KSNI. Bahkan, menurut Budi, karena gurihnya ledakan RN,
banyak perusahaan yang membuat produk serupa tetapi tidak sama. Mereka mengekor
dengan meluncurkan varian sejenis.
Meski
demikian, ketika itu RN Wafer Keju masih mendominasi pasar dengan penguasaan
sekitar 85% di kategori snack wafer keju. Konsumen sulit beralih karena dalam
waktu singkat merek RN juga menancap kuat di benak mereka. Hal itu terbukti RN
sebagai pendatang baru berhasil menyabet berbagai penghargaan di bidang
pemasaran, seperti Best Brand dan The Most Recommended Brand. RN pun mengundang
decak kagum para praktisi dan pemerhati dunia pemasaran di Tanah Air.
Thomas
Mulyadi, General Manager KSNI, mengakui popularitas RN disebabkan oleh banyak
faktor. Di antaranya, promosi yang cukup gencar. “Boleh jadi kalau tidak
beriklan, produk ini tak begitu laku,” ungkap Thomas sembari menambahkan,
pengalaman menunjukkan bahwa iklan sangat mendorong penguasaan pasar. Seperti
kejadian saat itu, bersamaan dengan membanjirnya iklan RN, jangkauan peredaran
RN juga meluas. “Strategi penetrasinya, kami gunakan promosi above the line
(ATL). Ujung-ujungnya adalah untuk mendongkrak awareness merek di masyarakat,”
ujarnya bangga.
Sayangnya,
justru ketika berada di posisi puncak — baik dari segi penjualan (market share)
maupun brand share — tiba-tiba RN dirundung petaka. Produknya menyusut habis,
bahkan seperti menghilang dari pasaran. Sejak itu, bisik-bisik bernada miring
pun mulai terdengar. Ada yang mengatakan, produsen RN kewalahan menghadapi
tingginya permintaan pasar. Mereka kewalahan mengelola ketersediaan bahan baku.
Suara lain mengatakan, Nabati terlalu bernafsu, tanpa mempertimbangkan
kapasitas dan daya tahan perusahaan.
Sumber
SWA yang pernah bergabung dengan KSNI mengatakan, ada tiga hal yang menyebabkan
“kegagapan” itu. Yakni, persaingan,
leadership dan produksi. Bersaing untuk produk massal memang tidak mudah.
RN terjebak bermain dengan harga murah, Rp 500, padahal dari segi produk
tergolong “istimewa”. Bahan baku keju RN yang diambil dari perusahaan Malaysia
tergolong berkualitas tinggi. Kemasan yang digunakan pun berkualitas baik.
Barangkali strategi mengambil keuntungan tipis di tahap awal tidak masalah,
tetapi lambat laun ketika produksi terus meningkat, KSNI kewalahan juga.
Apalagi, ketika raksasa-raksasa makanan dan minuman yang notabene memiliki kapital
besar ikut bermain di kategori produk yang sama, habislah energi KSNI untuk
melawannya.
Kalkulasi
produksi RN juga banyak yang meleset. RN terlalu di-push dari awal. Istilahnya,
“loading” ke pasar secara besar-besaran sampai barang rusak. Ada yang mengatakan,
kendati distributor tidak memesan, tetap saja dimasuki. Akibatnya, parah.
Konsumen enggan mengambil RN yang rusak, dan memilih produk lain yang sejenis.
“Lambat laun, pasar RN termakan juga,” ujar seorang sumber SWA yang
memperhitungkan pasar RN tergerogoti hingga 10%.
Faktor
kedua yang melemahkan adalah soal leadership.
Anak-anak muda yang memimpin KSNI sangat percaya diri dengan kemampuan dan
keterampilan mereka mengelola perusahaan. Keberhasilan mengembangkan RN semakin
membuat mereka berada di tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Akibatnya, masih
menurut sumber SWA, mereka cenderung mendengarkan kata hati mereka daripada
masukan dari para profesional di sekeliling mereka. “Makanya, banyak
profesional yang tidak bisa bertahan,” ungkapnya.
Menurut
profesional yang pernah bekerja di perusahaan fast moving consumer goods ini,
dalam mengelola produk FMCG, arus kas memegang peran kunci. Karena percepatan
bisnisnya sangat tinggi, dibutuhkan pengelolaan uang yang teratur rapi dan
cepat. “Di sinilah kelemahan yang terjadi pada RN,” katanya. Semestinya, KSNI
membangun sistem dan fondasi yang kokoh. Jangan ambisius membesarkan perusahaan
dan terlena dengan puji-pujian karena akibatnya fatal. Terbukti benar, omset RN
turun 30% dibandingkan tiga tahun lalu dan pada periode 2010-11 turun 10%.
Budi
Setiawan mengakui, beberapa waktu lalu KSNI memang sempat terganggu. Namun,
pihaknya tak mau berlama-lama terpuruk. KSNI berusaha bangkit kembali dan
bertekad dapat menguasai kembali 50% pasar snack di Indonesia. Maka, berbagai
upaya pembenahan dilakukan. Tak hanya menyangkut perencanaan dan inventori,
tetapi juga banyak hal lainnya.
Setelah
kejadian tersebut, Nabati berbenah total. Salah satunya, merombak divisi
pemasaran. Profesional dari luar banyak direkrut. Sekarang, tim pemasarannya
100% diisi oleh kaum profesional dari beberapa perusahaan besar seperti Grup
Orang Tua, Jack’n Jill dan Garudafood. “Tujuannya adalah menjadikan Nabati
sebagai raja di segmen snack, tidak hanya yang berbasis keju, tapi juga cokelat
dan sebagainya,” ungkap Budi.
Andi
Candrasatria, Penjualan & Distribusi KSNI, menambahkan, pembenahan juga
dilakukan dalam hal distribusi. Saat ini distribusi perusahaannya sudah
mencakup seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan 200 titik
distribusi. KSNI mengover hampir 10% atau sekitar 200 ribu titik gerai dari
total 2,8 juta customer outlet di Indonesia (di luar gerai modern). “Untuk
modern outlet, yang besar-besar seperti Carrefour, Indomaret atau Alfamart kami
kover sendiri, yang lain dikover oleh distributor,” ujar Andi.
Tak
hanya sekadar menambah jumlah distributor dan peritel, KSNI juga berusaha lebih
dekat dengan para mitranya tersebut. Budi menambahkan, pihaknya berusaha
meretensi channel, mulai dari distributor, ritel sampai konsumen. KSNI
mengoptimalkan program-program di tingkat whole saler, grosir, semigrosir,
gerai star dan peritel agar bisa berjalan bersama. Salah satunya, melalui
program gesek dan menang (scrape and win) berhadiah umroh. Toko-toko kecil
berpeluang memenangi hadiah ini. “Ini baru tahun pertama. Tetapi tahun-tahun
selanjutnya juga based on retailer,” Budi menerangkan.
Dalam
hal komunikasi, KSNI semakin gencar beriklan di layar kaca. Menurut Thomas, hal
tersebut dilakukan untuk mengimbangi langkah kompetitor. Namun, dari sisi
anggaran, KSNI masih tertinggal jauh dibandingkan Garudafood yang begitu gencar
beriklan di layar kaca dan berbagai media lainnya.
Thomas
menjelaskan, komunikasi KSNI tak hanya sebatas ATL. Belakangan, mereka juga
mulai memanfaatkan situs jejaring sosial, terutama Facebook, sebagai sarana
komunikasinya. “Dari situ lahir word of mouth marketing (WOMM). Ini bukan
sengaja kami bentuk, tapi lahir secara alami.”
Yang
tidak kalah penting, KSNI juga membuka Richeese Factory di Paris van Java,
Bandung. Rumah makan yang menyuguhkan konsep all about cheese ini dijadikan
sebagai kegiatan kehumasan KSNI untuk melakukan experiential marketing tentang
keju dan untuk melahirkan WOMM yang lebih dashyat.
Andi
mengatakan, dalam hal strategi harga, KSNI lebih melihat keinginan pasar. Bila
pasar saat ini baru mampu menjangkau harga Rp 500, pihaknya tak akan naik ke
angka Rp 1.000. Bila terjadi kenaikan bahan baku, yang paling utama dipangkas
adalah mengurangi profit dan mengurangi biaya beriklan dan trade promo. “Yang
penting, orang masih ingat Richeese,” ungkap Thomas.
Saat
ini, menurutnya, KSNI lebih fokus pada pengembangan market size dan market
share. Upaya ini tampaknya sudah mulai menunjukkan hasil positif. Berdasarkan
data Nielsen, pasar snack berbasis keju terus meningkat. Pada 2008 pasarnya
baru sebesar Rp 197 miliar, sedangkan tahun 2009 meningkat menjadi Rp 225
miliar, dan tahun 2010 (hingga Juli) sudah mencapai Rp 132 miliar.
Sumardy,
pengamat pemasaran dari OctoBrand, meyakini, keberhasilan KSNI bangkit kembali
tergantung pada besarnya motivasi yang terbentuk. Ia yakin, jika memiliki
motivasi tinggi, perusahaan ini pasti bisa mencapai puncak lagi. Caranya, KSNI
harus terus mencoba membangun romantisme makan snack. Kehadiran snack berbasis
keju ini memberikan pilihan baru bagi konsumen yang seperti sudah mulai jenuh
terhadap cokelat. “Kebetulan snack yang ditawarkan Nabati memiliki kualitas
yang cukup baik dan harga relatif terjangkau,” ujarnya.
Industri
snack, menurut Sumardy, merupakan industri yang sangat menantang. Industri ini
mudah naik, tetapi juga mudah turun. Selain itu, margin di industri ini pun
sangat rendah dengan tingkat loyalitas yang juga rendah. Tantangan lainnya,
produk-produk di industri ini begitu mudah ditiru pemain lain. “Permasalahan yang
selalu dialami perusahaan di industri ini adalah matinya kemampuan inovasi dan
mencoba sesuatu yang baru,” ujarnya. “Tantangan terbesar bagi Nabati adalah
akan tetap setia dengan kejunya atau akan berani memperkenalkan sesuatu yang
baru yang belum pernah ada sebelumnya sebagai mesin pertumbuhan perusahaan di
masa mendatang,” tambahnya.
Budi
sepakat dengan Sumardy. Karena itu, dia menyebutkan, riset & pengembangan
produk juga menjadi perhatian utama KSNI. Walau selama ini lebih dikenal
sebagai produsen snack berbahan dasar keju, dalam perkembangannya perusahaan
ini juga melengkapi produk-produknya dengan beberapa varian baru. Misalnya,
produk berbasis cokelat seperti Richoco dan berbasis karamel seperti Hi Pow
yang belum lama diluncurkan, serta Richeese Wafer Cake Keju, wafer cake yang
tetap menggunakan pasta keju dengan tambahan rasa stroberi.
Sumardy
mengatakan, KSNI harus terus berinovasi untuk melahirkan varian-varian baru
yang diminati anak-anak (konsumen utama yang dibidik). Dia mengingatkan, anak-anak
adalah pasar yang diincar oleh hampir semua pemain di industri snack. Mereka
cenderung memiliki loyalitas yang rendah dan mengambil keputusan secara lebih
emosional. Sulitnya lagi, niat membangun merek di pasar anak-anak juga akan
terlihat percuma karena rendahnya margin di industri ini. “Cara paling rasional
adalah menggunakan consumer dan trade promo,” ujarnya.
Saat
ini, menurut Budi, berbagai pembenahan yang dilakukan KSNI sudah menunjukkan
hasil yang sesuai dengan harapan. Pertumbuhan penjualan telah kembali seperti
pada 2007-09. “Kami tidak akan pernah berhenti karena tujuan utama kami adalah
menjadi raja di industri snack,” ujar Budi menegaskan.
B. Rumusan Masalah
1. Konsep
pemasaran apakah yang dipakai perusahaan untuk memasuki pasar?
2. Siapakah
segmen pasar utamanya?
3. Bagaimana
Strategi Marketing Mix untuk masa yang akan datang?
4.
Ketika banyak dicari konsumen, Richeese
justru “gagap” memenuhi permintaan pasar. Apa yang terjadi pada snack wafer
keju yang pada awal kelahirannya banjir pujian ini?
C.
Landasan
Teori
1. Menurut Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai
suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan
pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
2.
Manajemen
Pemasaran (Marketing Management)
adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran serta meraih, mempertahankan, dan
menumbuhkan pelanggan dengan penciptaan, penghantaran, dan mengomunikasikan
nilai pelanggan yang unggul.
3.
Strategi pemasaran adalah
pengambilan keputusan-keputusan tentang biaya pemasaran, bauran pemasaran,
alokasi pemasaran dalam hubungan dengan keadaan lingkungan yang diharapkan dan
kondisi persaingan.
4.
Promosi adalah
suatu usaha dari pemasar dalam menginformasikan dan mempengaruhi orang atau
pihak lain sehingga tertarik untuk melakukan transaksi atau pertukaran produk
barang atau jasa yang dipasarkannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep pemasaran
apakah yang dipakai perusahaan untuk memasuki pasar?
Konsep pemasaran yang dipakai perusahaan KSNI untuk
memasuki pasar adalah Differensiasi Produk, yitu dengan menciptakan suatu
produk yang berbasis keju.
B. Siapakah Segmen
Pasar Utamanya?
Segmen pasar
utama KSNI adalah anak-anak (usia 5 - 12 th).
C.
Bagaimana
Strategi Marketing Mix untuk masa yang akan datang?
Strategi Marketing Mix perusahaan KSNI untuk masa
yang akan datang adalah :
·
Price
Perusahaan KSNI memasang harga yang terjangkau
karena segmen pasar utamanya adalah anak-anak. Perusahaan KSNI saat ini baru
mampu menjangkau harga Rp 500, pihak perusahaan tidak akan menaikkan harganya
menjadi Rp. 1000. Apabila terjadi kenaikan bahan baku, yang paling utama
dipangkas adalah mengurangi profit dan mengurangi biaya beriklan dan trade
promo.
·
Place
KSNI menambah jumlah distributor dan peritel, serta
berusaha lebih dekat dengan para mitranya tersebut. KSNI berusaha meretensi
channel mulai dari distributor, ritel, sampai konsumen. KSNI mengoptimalkan
program-program di tingkat whole saler, grosir, semi grosir, gerai star, dan
peritel agar bisa berjalan berama. Salah satunya, melalui program gesek dan
menang (Scrape and Win) berhadiah umrah. Toko-toko kecil berpeluang memenangi
hadiah ini.
·
Promotion
KSNI semakin gencar beriklan dilayar kaca untuk
mengimbangi langkah kompetitor. Namun, dari sisi anggaran, KSNI masih
tertinggal jauh dibandingkan garuda food yang begitu gencar beriklan dilayar
kaca dan berbagai media lainnya. Iklan di TV Richeese Nabati merupakan sebuah
keggiatan komunikasi penyampaian pesan dan informasi mengenai produk makanan
ringan baru berupa wafer krim keju yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.
·
Product
Selama ini KSNI lebih dikenal sebagai produsen snack
berbahan dasar keju, namun dalam pengembangannya perusahaan ini juga melengkapi
produk-produknya dengan beberapa varian baru. Misalnya, produk berbasis coklat
seperti Richoco dan berbasis karamel seperti Hi Pow yang belum lama diluncurkan
serta Richeese Wafer Cake Keju, Wafer Cake yang tetap menggunakan pasta keju
dengan tambahan rasa stroberi. KSNI membuka Richeese factory di Paris Van Java,
Bandung. Rumah makan yang menyuguhkan konsep all about cheese ini dijadikan
sebagai kegiatan kehumasan KSNI untuk melakukan experiential marketing tentang
keju untuk melahirkan WOMM yang lebih dahsyat. KSNI terus berinovasi untuk
melahirkan varian-varian baru yang diminati anak-anak.
D. Ketika banyak dicari konsumen, Richeese justru “gagap” memenuhi
permintaan pasar. Apa yang terjadi pada snack wafer keju yang pada awal
kelahirannya banjir pujian ini?
Sumber
SWA yang pernah bergabung dengan KSNI mengatakan, ada tiga hal yang menyebabkan
“kegagapan” itu. Yakni, persaingan,
leadership dan produksi. Bersaing untuk produk massal memang tidak mudah.
RN terjebak bermain dengan harga murah, Rp 500, padahal dari segi produk
tergolong “istimewa”. Bahan baku keju RN yang diambil dari perusahaan Malaysia
tergolong berkualitas tinggi. Kemasan yang digunakan pun berkualitas baik.
Barangkali strategi mengambil keuntungan tipis di tahap awal tidak masalah,
tetapi lambat laun ketika produksi terus meningkat, KSNI kewalahan juga.
Apalagi, ketika raksasa-raksasa makanan dan minuman yang notabene memiliki
kapital besar ikut bermain di kategori produk yang sama, habislah energi KSNI
untuk melawannya.
Kalkulasi
produksi RN juga banyak yang meleset. RN terlalu di-push dari awal. Istilahnya,
“loading” ke pasar secara besar-besaran sampai barang rusak. Ada yang
mengatakan, kendati distributor tidak memesan, tetap saja dimasuki. Akibatnya,
parah. Konsumen enggan mengambil RN yang rusak, dan memilih produk lain yang
sejenis. “Lambat laun, pasar RN termakan juga,” ujar seorang sumber SWA yang
memperhitungkan pasar RN tergerogoti hingga 10%.
BAB
III
Analysis
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran yang
efisien, efektif dan bertanggung jawab serta dapat berpedoman pada salah satu
filosofi pemasaran. Ada lima filosofi pemasaran yang mendasari cara organisasi
melakukan kegiatan-kegiatan pemasarannya (Philip Kotler, 2000), yaitu:
a)
Konsep Berwawasan
Produksi.
Konsep
berwawasan produksi berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang mudah
didapat dan murah harganya.
b)
Konsep
Berwawasan Produk.
Konsep
berwawasan produk berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang
menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya.
c) Konsep Berwawasan Menjual.
Konsep
berwawasan menjual berpendapat bahwa konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak
akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup, artinya konsumen enggan
membeli dan harus didorong supaya membeli, serta perusahaan mempunyai banyak
cara promosi dan penjualan yang efektif untuk merangsang pembeli.
d) Konsep Berwawasan Pemasaran.
Konsep
berwawasan pemasaran berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi
terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan
kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari pada saingannya.
William J. Stanton, menyatakan
bahwa konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa
pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah
perusahaan dapat menunjang berhasilnya bisnis yang dilakukan. Sebagai falsafah
bisnis, konsep pemasaran tersebut disusun dengan memasukkan tiga elemen pokok,
yaitu:
- Orientasi konsumen/pasar/pembeli.
- Volume penjualan yang menguntungkan.
- Koordinasi dan integrasi seluruhan kegiatan pemasaran.
Philip Kotler (1995)
mengemukakan konsep berwawasan pemasaran, berpendapat bahwa untuk mencapai
tujuan organisasi terdiri dari penentu kebutuhan dan keinginan pasar sasaran
serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari
para sainganya. Konsep berwawasan pemasaran bersandar pada empat pilar utama,
yaitu: pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran yang terkoordinir serta
keuntungan.
Konsep berwawasan menjual memandang mulai dari dalam
ke luar, mulai dengan pabrik, memutuskan perhatian pada produk yang ada dan
membutuhkan penjualan serta promosi untuk menghasilkan penjualan yang
menguntungkan.
BAB IV
KESIMPULAN
Richeese Nabati merupakan
salah satu merek produk makanan yang diproduksi oleh PT. Kaldu Sari Nabati
Indonesia. Produk Richese Nabati adalah wafer krim keju yang menjadi
pelopor. PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia merupakan pencipta wafer krim keju
pertama di Indonesia (Antonius, 2010). Richeese Nabati diciptakan guna
memberikan inovasi baru kepada konsumen dengan kandungan gizi yang baik bagi
kesehatan, terutama pertumbuhan anak-anak. Pada awal masa produksi, PT. Kaldu
Sari Nabati Indonesia hanya memperkenalkan satu varian rasa saja, yaitu wafer
rasa keju. Namun seiring berjalannya waktu, perusahaan tersebut mulai melakukan
improvisasi dengan memperkenalkan rasa baru lainnya, yaitu wafer rasa pisang
keju. Hal ini menjadi terobosan baru bagi konsumen yang sebagian besar berasal
dari kalangan anak-anak dan remaja karena belum ada merek wafer lain yang
memperkenalkan rasa baru tersebut.
PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia merupakan sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Richeese Nabati tersedia
dalam beberapa varian berat, yaitu dalam ukuran 10g, 20g, dan 75g. Dengan
varian ukuran ini memudahkan konsumen dalam menyesuaikan kebutuhan
mengkonsumsinya. Richeese Nabati mengandung Vitamin A, B1, B2, B6, B12
yang baik untuk pertumbuhan anak-anak. Informasi nilai gizi produk Richeese
Nabati dipaparkan sebagai berikut :
Tabel
Informasi nilai gizi Richeese Nabati
INFORMASI
NILAI GIZI
|
JUMLAH
PER SAJIAN %AKG
|
JUMLAH
PER
|
SAJIAN
%AKG
|
Takaran
saji 10 g Jumlah saji per kemasan 1 Energi Total 45 kkal Energi dari lemak 15
kkal
|
Lemak
Total 2 g 3%
Protein
1 g 1%
|
Karbohidrat 7
g
Gula 3 g
Natrium 40 mg
|
2%
2%
|
|
|
Vitamin B6
Vitamin
B12
|
15%
15%
|
*Persen
AKG berdasarkan kebutuhan energy 2000 kkal. Kebutuhan energy anda mungkin
lebih tinggi atau
lebih
rendah.
|
|
|
|
Selain
Richeese Nabati, perusahaan ini juga memproduksi produk lain, seperti : Richeese
Ahh’, Richeese Roll’s, Nabati Siip, Richeese Chocochiz, Richeese
Krimero, Richeese Cracster, Richeese Bretos, Richeese Bisvit, Richeese
Pasta Keju, Richeese Delis, Richeese Bisvit Selimut, Richeese Roll’s White,
Richeese Bio, Richoco Wafer Coklat, Richoco Kofer, Richoco Ahh’, Richoco
Bretos, Richoco Roll’s, Richoco Hi-Pow, POW, Penter (Peanut Butter), dan
Richips.
Perusahaan ini melalui produk-produknya yang
berkualitas dan bergizi, dalam waktu yang cukup singkat telah menjadi pilihan
konsumen di Indonesia. Saat ini perusahaan terus menerus berinovasi untuk
menciptakan produk-produk baru dengan berbagai pilihan produk dan cita rasa
yang tinggi dan bermanfaat. Komitmen pada kualitas dan inovasi membuat
perusahaan mampu berdiri tegak dan menjadi salah salah satu perusahaan yang
siap bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis. Semua kemajuan
yang telah dicapai ini tidak lepas dari nilai-nilai yang telah diyakini sejak awal
serta terjalinnya hubungan kekeluargaan yang dekat dengan konsumen, karyawan,
pemilik, dan pihak-pihak lain yang terkait. Kehadiran perusahaan adalah untuk
selalu memenuhi kebutuhan konsumen dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia terus berupaya
untuk mengembangkan usaha dan menyempurnakan layanan serta kualitas
produk-produk sesuai dengan kebutuhan konsumen, baik saat sekarang maupun akan
datang.
Filosofi perusahaan ini adalah Trushworthy Menjadi
pribadi terpercaya, Achiever Mencapai prestasi yang unggul, Super-Team
Membangun kerjasama yang Sinergis, Totally Customer Mengutamakan
kepuasan pelanggan, Excellent Menjadi perusahaan terkemuka. Misi dari
PT. Kaldu Sari Indonesia adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui
produksi makanan dan mimuman berkualitas yang inovatif dan berorientasi pada
kebutuhan konsumen serta didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten untuk
menghasilkan nilai tambah bagi para stakeholder. Sedangkan visi yang
diusung adalah berinovasi dalam menghasilkan makanan dan minuman bergizi serta
berkualitas untuk memberikan nilai tambah kepada setiap tahap kehidupan
manusia.
Rekomendasi
KSNI
hendaknya meluncurkan inovasi- inovasi produk dengan cara tidak semuanya
bersamaan. Memang apabila salah satu gagal maka tidak akan berpengaruh pada
produk lain, namun dengan dimunculkannya sejumlah produk dengan bahan dasar
sama, dalam jangka waktu berdekatan, dan harga yang relatif mirip, maka akan
menyebabkan titik kebosanan konsumen, apalagi segmen utama mereka adalah
anak-anak, yang notabene cepat bosan.
Dalam
pendistribusian KSNI hendakanya mendistribusikan secara merata dan memenuhhi
pesanan. Dalam kasus ini KSNI terlihat mendistribusikan produk secara
berlebihan pada awal pendistribusian, menyebabkan banyaknya produk rusak
padahal tempo penjualan masih panjang.
Daftar Pustaka
Kotler, Philip, AB. Susanto, 2000. Manajemen
Pemasaran di Indonesia, Buku 2, Salemba Empat.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong, 1998, Marketing:
An Introduction, 3rd Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc.